“Kau.. Kapan akan kembali?”

“Aku tak tahu,”
Aku mengedikkan bahuku reflek, sadar gerakanku ini takkan terlihat olehnya di seberang sana.

“Hh..”
Yeah, helaan napas ke sekian yang telah kudengar dari ke sekian orang sejak hari itu. Oh sudahlah, aku capek.

“Aku ngantuk, kalau kau tak keberatan. Di sini sudah hampir pukul dua pagi.”

“Kau di mana?”

Aku memutar bola mataku. Pintar sekali kan, bertanya di atas pernyataanku.

“Di tempat yang menunjukkan waktu pukul satu lebih lima puluh dua dinihari.”
Aku melirik sejenak jam meja di samping tempat tidur ku. Biar sajalah, toh saat fajar menyingsing esok aku sudah tak memijak tanah ini lagi.

“Di sini sudah pukul.. Ah, sembilan pagi. Berarti..”
Aku mendengarnya menggumam kecil. Sepertinya ia sempat menengok jam di dinding atau di atas lemari. Entahlah, aku tak tahu yang mana pasti.

“Sembilan kurangi dua. Berarti kau sekarang di-”

“Aku harus tidur, Oke? I’ll call you later. Bye~”

Pip

Aku menutup sambungan internasional ku secara sepihak. Kemudian mematikan iPhone ku dan mencabut kartu SIM yang baru kubeli tadi malam.
Use dispossable only.

Uhm, nampaknya aku bisa memejamkan mata barang dua jam sebelum morning flight ku pukul setengah enam nanti. Ugh, semoga badai salju sudah berhenti jadi jadwal flight ku takkan mengalami penundaan.

Goodnight, Kuro, Shiro.

Aku menyetel alarm dan tersenyum ke pada iPhone dan tablet ku. Bersiap menyongsong pagi -yang semoga tanpa mimpi- dengan tenang.

Sampai jumpa..

김°

Leave a comment